Ekstentifikasi Lahan Garam, Luhut: 1,5 Tahun Sudah Produksi

Bisnis, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan ekstentifikasi lahan produksi garam di Nusa Tenggara Timur ditargetkan berproduksi dalam 18 bulan ke depan. Ia meminta agar kajian soal ini segera diselesaikan.

"Sudah hasilkan garamlah 1,5-2 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dulu," kata Luhut Pandjaitan saat ditemui di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Agustus 2017.

Baca: Petani Usulkan Harga Pokok Pembelian Garam Rp 1000 per Kilo

Luhut menuturkan BPPT sudah siap dan optimistis soal teknologi yang akan mendukung lahan produksi garam ini. Ia menyatakan teknologi di BPPT bisa membuat garam bisa dipanen lebih cepat dari 15 hari menjadi 4 hari. "Biaya murah meriah kok, lagi dihitung, dibuat business plan-nya, bulan ini sudah selesai."

Diketahui pemerintah berencana mengembangkan ekstensifikasi lahan garam. Tanah-tanah menganggur bisa segera diatur agar PT Garam masuk dan beroperasi di sana, serta nantinya akan dibuka bagi pihak swasta yang berminat dalam pembuatan garam ini.

Baca:Pemerintah Berencana Perluas Lahan Pertanian Garam

Lahan yang dilirik merupakan lahan tidur yang berada di Nusa Tenggara Timur. Potensi lahan ini berada di Teluk Kupang, NTT, sebesar 5 ribu hektar dan di Kabupaten Nagekeo, NTT, sebesar 1.700 hektare.

Menurut Luhut di sana bisa dibangun selain pabrik garam adalah produk turunannya. "Jadi garam industri bisa, konsumsi bisa, farmasi juga bisa," kata Luhut.

Luhut menjelaskan, tanah yang diambil adalah tanah terlantar, dan akan diurus oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Pemerintah membuka kepada PT Garam dan juga pihak swasta jika memang nantinya berminat berinvestasi di sana. Dia berujar masih harus dicari swasta yang berminat.

Luhut mengungkapkan ekstentifikasi lahan produksi garam ini berada di bawah koordinasinya, dan dia berharap kartel garam bisa diberantas. Alasannya ia juga berniat memangkas rantai distribusi sektor garam. "Kami mau sederhanakan."

DIKO OKTARA

expand_less